Oleh: Dr. Marius Widjajarta, Ketua Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI)
·Di sebuah klinik kecantikan anaknya berhasil menurunkan berat badan hingga 15 kg dalam sebulan. Namun, ketika kehabisan obat, reaksinya seperti sedang sakaw. Betulkah itu reaksi wajar dalam pengobatan? Atau klinik itu sebenarnya ilegal?
Kasus:
"Saya mempunyai anak remaja perempuan dengan masalah kegemukan. Dalam satu pertemuan kelompok perempuan, saya diberitahu oleh teman tentang adanya klinik kecantikan di Jakarta yang mampu mengatasi masalah obesitas. Setelah mendapat alamat tersebut kami mendatangi kliniknya yang ternyata menyatu dengan salon kecantikan. Satu bulan setelah anak saya mengikuti terapi dari klinik tersebut dengan pemberian obat, hasilnya sangat menakjubkan. Berat badan anak saya turun hingga 15 kg. Pada awal bulan ketiga, ketika kami sedang di luar kota, obat anak saya habis. Namun, tiba-tiba kami sangat terkejut dengan keadaan anak saya yang tiba-tiba menggigil, seperti anak yang sakaw (sedang putus obat terlarang). Sebenarnya, apa yang terjadi dengan anak saya? Apakah karena reaksi obat pelangsing tersebut? Menurut dokter di klinik kecantikan tersebut hal itu adalah reaksi yang wajar selama pengobatan. Apakah hal itu benar? Mohon informasi dari dokter."
(Ny. Tania, Jakarta)
Jawab:
Dokter-dokteran
Dalam pemberian obat sebagai terapi untuk mengatasi masalah kegemukan, terdapat beberapa pemeriksaan yang harus dilakukan sebelum pemberian obat. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui apakah ada kontraindikasi obat dengan kondisi kesehatan pasien.
Anda tidak menyebutkan apakah dokter di klinik tersebut benar-benar seorang dokter. Dalam hal ini berarti apakah dokter tersebut memang lulusan dan suatu lembaga pendidikan yang memiliki dasar hukum?
Kedua, apakah klinik kecantikan tersebut memiliki izin praktik? Mengingat Anda mengatakan bahwa di tempat tersebut hanya sebagai salon kecantikan.
Berdasarkan informasi yang Anda utarakan, kemungkinan klinik tersebut adalah klinik ilegal atau yang tidak mempunyai surat izin untuk melakukan praktik. Dan ahli pengobatan tersebut bukan seseorang yang berprofesi dokter, tetapi "dokter-dokteran".
Apabila benar ahli pengobatan tersebut adalah dokter, Anda harus menanyakan spesialisasinya. Apa gelar yang disandang dokter tersebut, sehingga mengklaim dirinva mampu mengatasi masalah kegemukan?
Fenfluramin dan Amfetamin
Dalam pengobatan masalah kegemukan (obesitas), harus diperhatikan komposisi obat yang dikonsumsi. Mengingat adanya kemungkinan pencampuran obat pelangsing dengan bahan berbahaya. Kebanyakan. produk yang mengklaim mampu melangsingkan tubuh bekerja sebagai obat menahan nafsu lapar. Produk tersebut ada yang digolongkan sebagai obat dan jamu.
Untuk produk jamu, hingga saat ini, di Indonesia belum ada penelitian yang menyatakan bahwa racikan tumbuh-tumbuhan tertentu diyakini mampu mengurangi rasa mudah lapar. Dengan demikian, apabila terdapat golongan jamu yang mengindikasikan hal tersebut, patut dicurigai kemungkinan adanya pencampuran dengan bahan kimia obat seperti fenfluramin dan amfetamin.
Proses kerja fenfluramin adalah mendepersi susunan saraf pusat (SSP) dalam menekan nafsu makan. Obat ini bermanfaat untuk penderita obesitas yang memiliki kecenderungan makan berlebihan pada malam hari.
Dosis yang diperbolehkan untuk obat ini adalah 20 mg, tiga kali sehari. Dengan waktu pemakaian satu jam sebelum makan atau 60 mg satu kali sehari.
Namun, sejak tahun 2000, fenfluramin telah dilarang penggunaannya. Sebab, penggunaan fenfluramin dapat menimbulkan kelainan jantung dan kenaikan tekanan darah.
Kemungkinan lainnya adalah pencampuran obat pelangsing dengan amfetamin. Bahan obat ini merupakan golongan psikotropika yang bersifat stimulan (perangsang). Mekanisme kerja obat ini adalah pada SSP.
Hampir semuanya melalui pelepasan amin biogenik dari ujung saraf yang bersangkutan di otak. Efek sentral obat ini juga terjadi pada pusat makan di hipotalamus lateral, sehingga mengurangi rasa mudah lapar.
Obat ini dapat menimbulkan adiksi (ketergantungan), sakit kepala, rasa pusing, khawatir, lelah, pikiran kacau, delirium, arimia jantung, serta mempengaruhi gerakan usus. Penggunaan obat yang bercampur dengan amfetamin dalam jangka waktu lama akan menimbulkan ketergantungan.
Gejala Putus Obat
Proses terapi obesitas pada anak Anda cenderung tidak mengindahkan hak konsumen yang diatur oleh UU Perlindungan Konsumen (UUPK) No.8 tahun 1999. Dalam UUPK disebutkan bahwa hak konsumen antara lain adalah hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenal kondisi dan jaminan barang dan atau jasa.
Berdasarkan hak ini, seharusnya Anda mendapatkan penjelasan sehubungan dengan terapi yang akan dijalani. Dokter yang melakukan pengobatan harus menjelaskan jenis obat yang dikonsumsi. Lalu, bagaimana reaksi obat dalam tubuh, serta efek samping yang dapat terjadi akibat konsumsi obat. Diharapkan dengan informasi yang jelas, Anda sebagai konsumen mampu membuat keputusan yang tepat dengan segala konsekuensinya.
Selain hak atas informasi, pelaku usaha, dalam hal ini adalah klinik kecantikan tempat dokter tersebut berpraktik, juga mengesampingkan hak konsumen. Dalam hal ini hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan atau jasa.
Keadaan anak Anda yang menampakkan gejala putus obat saat kehabisan, tentunya dapat membahayakan keselamatannya. Dan hal ini tidak disadari oleh keluarga karena faktor ketidaktahuan akan pengobatan yang sedang dilakukan.
Sebagai konsumen, Anda berhak untuk mendapatkan advokasi dan perlindungan. Sebaiknya konsultasikan keadaan anak Anda kepada dokter yang lebih ahli. Hal ini untuk mengetahui keamanan dan keselamatan anak Anda dalam melakukan terapi dalam mengatasi obesitas yang dialaminya. (Kompas)
No comments:
Post a Comment