Showing posts with label Artikel kegemukan. Show all posts
Showing posts with label Artikel kegemukan. Show all posts

Thursday, August 27, 2009

Daftar Artikel Seputar Kegemukan

  1. "Carbohydrate Blocker", Cara Lain Mengatasi Kegemu...
  2. "Fast Food": Harus Dikonsumsi Terencana..!
  3. "Golden Period" Serangan Jantung Enam Jam
  4. 15 Jenis Makanan yang Bikin Gemuk
  5. 30 Hari Melahap McDonald’s ...
  6. Akhirnya, Tanpa Diet Kegemukan Pun Teratasi
  7. Anak Gemuk
  8. Anak Gemuk berisiko penyakit jantung
  9. Anak Gemuk dan Ngorok, Waspada Gangguan Pernafasan...
  10. Anak Gemuk, Awas Penyakit Liver!
  11. Anak Kegemukan, Mungkin Anda Penyebabnya
  12. Anak Pengidap Obesitas Tak Sehat Pembuluh Darahnya...
  13. Ancaman Disfungsi Seksual Buat Si Berat
  14. Anda Gemuk? Kalau Malam Tidur Sajalah ...
  15. Apakah Gen Gemuk Itu Ada?
  16. Awas, Gula Buah Picu Kegemukan
  17. Bagaimana Menghindari Kegemukan?
  18. Bahaya Kegemukan Mengancam Siapa Saja
  19. Bahaya Mengintip dari Pola Makan Tak Seimbang!
  20. Batasi Garam Bikin Anak Langsing
  21. Beberapa Makanan yang Cepat Bikin Gemuk
  22. Bingung Cara Turunkan Berat Badan
  23. BIR Bikin Perut BUNCIT? Ah, Kata Siapa…!
  24. Buat Apa Mempertahankan Kegemukan?
  25. Cara Aman Kuruskan Badan
  26. Cara Aman Menurunkan Bobot Tubuh
  27. Cara Aman Menurunkan Bobot Tubuh
  28. Cara Ukur Lingkar Pinggang
  29. Cegah Obesitas dengan Gaya Hidup Sehat
  30. Dari Tonga Sampai Jakarta, Manusia Semakin Gemuk d...
  31. Delapan KIAT Hindari Kegemukan!
  32. Di Manakah Negara "Tergemuk"?
  33. Diabetes Mengancam Anak-Anak
  34. Ditemukan Molekul Pengatur Rasa Lapar
  35. Ditemukan Virus Penyebab Kegemukan
  36. Efek Negatif di Balik Manisnya Permen
  37. Fakta Penting tentang Ngemil
  38. Gemuk Karena FRUSTRASI..!
  39. Gemuk karena Ketularan Teman?
  40. Gemuk Mengundang Penyakit
  41. Gemuk Merupakan "Gudang" Penyakit
  42. Gemuk rawan penyakit GERD
  43. Gemuk tapi Sehat
  44. Gemuk, Hamil Lebih Berisiko
  45. Hati-Hati Membasmi Si Gemuk!
  46. Hati-hati, MSG Bikin Gemuk!
  47. Hindari Rokok dan Kegemukan Saat Hamil
  48. Hiperlipidemia pada Anak
  49. Hubungan Sarapan dan Obesitas
  50. Ibu Hamil Berbadan Subur, Nyawa Janin Terancam
  51. Ibu Stres, Anak Tumbuh Kegemukan?
  52. Ilmuwan China Buktikan Teh Dapat Perangi Kegemukan...
  53. Jadi Langsing Tanpa Pusing!
  54. Jangan Bangga Bila Perut Membuncit
  55. Jangan Gemuk, Dong, Yang..
  56. Jangan Remehkan Kolesterol
  57. Kanker Payudara Ancaman Perempuan Gemuk
  58. Kapan Perlu Mewaspadai Anak Kegemukan?
  59. Kecilkan Perut Demi Kesehatan..!
  60. Kegemukan Berisiko Rematik
  61. Kegemukan Bikin Bengkak Kelamin Anak!
  62. Kegemukan dan Risiko Kanker
  63. Kegemukan Lebih Menakutkan Dibanding Selingkuh?
  64. Kegemukan Mempercepat Proses Penuaan
  65. Kegemukan Tak Identik dengan Menggemaskan
  66. Kegemukan Timbulkan Disfungsi Seksual?
  67. Kegemukan Tingkatkan Resiko Kanker
  68. Kegemukan, Seks Terganggu
  69. Kembali Langsing Setelah Melahirkan
  70. Konsumsi Obat Pelangsing..!
  71. Kurang Tidur Bisa Bikin Gemuk
  72. Kurang Tidur Menyebabkan Kegemukan
  73. Langsing Sehat Berkat Puasa
  74. Langsing Tanpa Lapar Ala Jepang
  75. Lingkar Pinggang, Barometer Kesehatan Anda
  76. Makin Gemuk, Nafas Makin Bau
  77. Mau Langsing? Tak Perlu Pusing
  78. Memprediksi Bentuk Tubuh Berdasarkan Gen
  79. Mengapa Anak Tidak Boleh Gemuk?
  80. Mengapa Berat Badan Sulit Dipertahankan?
  81. Obat Pelangsing Bikin Ketagihan..!
  82. Obesitas ancam nak-anak di Erofa
  83. Obesitas Berisiko Kanker
  84. Obesitas Bisa Diprediksi Lewat Tes Darah
  85. Obesitas Lebih Berbahaya dari Terorisme
  86. Obesitas Memperburuk Asma
  87. Obesitas Mengancam Anak-anak
  88. Obesitas pada Perempuan Menopause
  89. Obesitas Pelajar Tinggi, Fast Food Dilarang di Kor...
  90. Olahraga 10 Menit Bantu Pengidap Obesitas
  91. Orang Gemuk Kemungkinan Lebih Cepat Menua
  92. Orangtua Baru Resah Ketika Penis Anaknya Kecil
  93. Pangan Pengekang Nafsu Makan
  94. Pasutri yang Gemuk Sulit Dapatkan Keturunan
  95. Pembunuh Nomor Satu Itu Mengincar Wanita
  96. Penderita Diabetes Saat Hamil Cenderung Lahirkan B...
  97. Peneliti Temukan Gen yang Membuat Anda Makan Terla...
  98. Peranan Mineral untuk Menurunkan Kolesterol
  99. Perempuan, Berhati-hatilah…
  100. Perut Buncit Bikin Pikun?
  101. Perut Buncit dan Risiko Pikun
  102. Pra Remaja, Usia Rawan Kegemukan
  103. Rahasia Anak Langsing? Cukup Sedikit Berlari
  104. Rampingkan Pinggang Agar Mr. P Tetap Joss
  105. Resiko Pengerasan Arteri pada Wanita Kegemukan
  106. Sehatnya Bayar, Rampingnya Gratis...
  107. Sel Lemak Pada Orang Kegemukan Kelihatan Sakit
  108. Selamat Tinggal Kegemukan
  109. Si Gemuk Rentan Kanker Payudara
  110. Si GENDUT vs Gangguan Seksual!
  111. Sindrom Metabolik : Waspadai Kegemukan
  112. Studi : Kurang Gizi Sebelum Lahir Picu Kegemukan
  113. Sudah Olahraga, Tetap Jantungan?
  114. Tak Ada Kata Tak Mungkin untuk Turunkan Berat Bada...
  115. Terlalu Disiplin Berpotensi Membuat Anak Obesitas
  116. Tidur Cegah Kegemukan pada Anak
  117. Tips Mencegah Anak Gemuk
  118. Tubuh Gemuk dan Risiko Kanker Ginjal
  119. Turunkan Berat Badan Tanpa Siksaan
  120. TV Picu Darah Tinggi pada Anak Gemuk
  121. UMUR Kita Di Nomor Ikat Pinggang!
  122. Wah, Pria Gemuk Spermanya pun Buruk!
  123. Wanita Obesitas : Beresiko melahirkan bayi rentan ...
  124. Waspadai Kegemukan Anak
  125. Waspadai Produk Pelangsing




Friday, December 19, 2008

Gemuk Mengundang Penyakit


Gemuk tak lagi lambang kemakmuran. Kegemukan atau obesitas justru mengundang pelbagai penyakit yang bisa memperpendek umur.

Para dokter dari pelbagai keahlian mengingatkan itu dalam seminar obesitas di Rumah Sakit Tebet, Sabtu (16/8).

Obesitas adalah kelebihan jaringan lemak tubuh, lebih dari 25 persen berat badan pada pria dan lebih dari 30 persen pada wanita. Untuk mengukur obesitas digunakan indeks massa tubuh (IMT), yaitu berat badan dibagi tinggi badan kuadrat. Kisaran normal IMT Asia-Pasifik 18,5-22,9 kg/m². Lebih dari itu masuk kelompok berisiko, dan di atas 25 kg/m² obesitas.
.
Bentuk tubuh pria umumnya seperti apel (android). Lemak banyak disimpan di pinggang, rongga perut, dan badan bagian atas. Bentuk badan wanita menyerupai pir (gynecoid). Penumpukan lemak terjadi di bagian bawah, seperti perut bagian bawah, pinggul, pantat dan paha.

Menurut Prof dr WH Sibuea SpPD, yang berbahaya adalah lemak dalam rongga perut (visceral). Hal ini mengundang tekanan darah tinggi, jantung koroner, diabetes mellitus, gangguan napas bahkan henti napas waktu tidur, kanker, penyakit saluran cerna, arthritis, serta infeksi kulit. Kelebihan timbunan lemak perut cukup dicek dari lingkar pinggangnya. Angka normal pria adalah kurang dari 90 cm dan wanita kurang dari 80 cm.

"Obesitas selain akibat pengaturan makan tidak baik juga bisa karena gangguan endokrin, yaitu gangguan di hipotalamus, hipofisis, kelenjar gondok, kelenjar adrenal, ovarium, atau pankreas," ujar Sibuea.

Menurut dr Yunus Tanggo SpPD PhD, gaya hidup kurang gerak, masalah genetika, obat hormonal, dan adanya kalsin di otak juga memicu obesitas.

Untuk menekan risiko penyakit perlu modifikasi gaya hidup, ujar dr Hadi Purnomo SpJP. "Penurunan berat badan 10 kg pada pasien hipertensi bisa menurunkan tekanan sistolik dan diastolik rata-rata tujuh mmHg dan tiga mmHg. Selain itu, kadar trigliserida dan plasma LDL (lipoprotein berdensitas rendah/kolesterol buruk) turun, sebaliknya kadar HDL (lipoprotein berdensitas tinggi/kolesterol baik) meningkat. Ini menurunkan risiko penyakit jantung koroner," katanya.

Dokter ahli gizi Walujo Soerjodibroto PhD mengingatkan, penurunan berat badan tidak boleh drastis. (ATK)-Kompas

UMUR Kita Di Nomor Ikat Pinggang!

Gemuk itu penyakit sekaligus penyusut umur. Penyebabnya alami atau didapat. Orang sekarang gemuk-gemuk sebab zamannya"tercipta" begitu. Tak mudah diobati lantaran penyebabnya betul bejibun.

Pak Liem heran. Makannya sedikit, cuma tahu-tempe, pakai di-grundeli istri saban hari, maklum lagi stres berat, badannya tetap melar. Dokter bilang ibarat mobil, "mesin" badan Pak Liem irit bensin layaknya mobil Jepang. Makan sedikit tetap tambun.

Tante Sun gampang dan doyan sekali ketawa, gemuknya minta ampun. Orang bilang rajin ketawa bikin orang gampang gemuk. Kabarnya kini Tante Sun kurusan sebab konon sedang jatuh cinta lagi. Orang gemuk jadi kurus kalau in the mood terus, dan semakin gembrot kalau lagi stres atau patah hati

Gemuk atau kegemukan

Gemuk dan gemuk ada dua. Gemuk over weight dan kegemukan atau obesity.Dibilang gemuk kalau pas seperlima lebih berat dari berat normal. Berat normal dihitung dari tinggi (cm) dikurang 100. Berat ideal itu berat normal dikorting 10 persen.

Disebut obesitas jika berat badan lebih dari seperlima berat normal. Obesitas lelaki (android obesity), jika pinggang dibanding pinggul lebih dari empatperlima. Gynecoid obesity atau obesitas wanita, perbandingan itu pas empatperlima. Patokan berat ideal tentu tidak seeksak begitu. Berat ideal atlet, orang yang tulangnya gede-gede, atau yang rajin olahraga, masih direken ideal sekalipun beratnya lebih dari normal. Harus dibedakan kelebihan berat yang disebabkan massa otot dan tulang (lean body mass) bertambah, dengan berat kelebihan gajih. Olahraga menambah masa otot. Orang gemuk yang rajin olahraga bisa jadi beratnya tak turun-turun. Gajihnya benar susut, namun ototnya tambah gempal.

Gemuk tak lebih berisiko dibanding kegemukan. Obesitas tak perlu faktor risiko lain buat diserang koroner. Kegemukan berarti kadar lemak jahat dalam darah (kolesterol, LDL, trigliscrid) tinggi terus. Selain karib dengan jantung koroner, orang obesitas bertetangga dengan kencing manis dan darah tinggi. Orang bilang setelah kawin lelaki gampang gembrotnya. Bohong. Bukan kawin yang bikin lelaki tambah tambun. Pria-wanita semakin gemuk dengan bertambahnya usia. Waktu sekolah lemak kulit cuma sepersepuluh berat badan. Setelah berumur seksi alias seket siji (51), lemak di kulit lelaki bisa melompat seperempat berat badan. Ketebalan lemak kulit lebih dahsyat pada yang gemuk sejak kecil. Bukan cuma besar sel lemak, jumlah sel lemak tubuh pun lebih dari normal. Jika setelah dewasanya rakus, lebih cepat gemuk dibanding yang kecilnya sudah kurus tepos pula.

Yang baru gemuk kemudian, gemuknya tak sebomber gemuk bawaan, sebab yang bertambah besar sel lemaknya saja, jumlahnya tetap. Itu makanya gemuk bawaan lebih susah dikempisi, sekalipun mungkin sudah dijemur tiga kali sehari, pakai buka baju segala. Menjadi gemuk sebab yang dimakan melebihi kebutuhan. Tubuh bakat gemuk lebih irit memakai kalori. Jika porsi makan harian terus berlebihan dan aktivitas fisik semakin kurang, kelebihan kalori disimpan menjadi gajih di bawah kulit. Kulit lebih tebal, dagu berlipat, perut menggandul, dan dada Oom Tom mulai perlu pakai BH. Gemuk dianggap penyakit jika ditemukan kelainan fisik atau laboratorium. Penyakit obesitas terjadi jika ada tumor hipotalamus otak, gangguan kelenjar anak ginjal, atau kelainan hormonal.

Ada beberapa sindrom (Cushing, Prader Willi, Laurence Moon-Bidle, Stein-Leventhal) yang salah satu gejalanya kegemukan. Yang begini tak punya obatnya.
Betul. Gemuk gudang penyakit. Penyakit jantung, kencing manis, perlemakan hati, gampang jatuh sakit, kekebalan tubuh lebih lemah (cel mediated immune response terganggu dan aktivitas sel darah putih menurun), kekurangan seng dan zat besi, berisiko kalau pembedahan, umur lebih pendek dan harapan (life expectancy). Sebuah statistik asuransi mencatat, cuma 60 persen orang obesitas bisa mencapai umur 60, bisa 90 persen jika kurus. Yang mencapai umur 70 sekitar 30 persen, 50 persen kalau bisa tetap kurus. Cuma 10 persen orang kegemukan yang masih hidup sampai umur 80, sedang peluang orang kurus bisa 30 persen.

Resep kurus bukan cuma satu

Gemuk penyakit barang tentu tak ada obat kecuali operasi lemak. Yang gemuk bawaan tidak bisa kempis maksimal, sebab sel-sel lemak tubuh telanjur banyak sejak kecil. Ini salah orangtua.Kultur bahwa gemuk itu simbol status kemakmuran perlu dihapus. Keliru kalau anak gemuk dianggap sehat dan tidak gemuk dinilai penyakitan. Di Amerika dan semua negara maju kini anak dibuat tidak gemuk. Sementara di negara berkembang kelas menengah gemuk-gemuk sebab balas dendam untuk makan enak, ingat masa kecilnya yang rata-rata cuma bisa mengiler melihat makanan enak. Lain dari itu faktor emosi dan jiwa, memunculkan sindroma lapar mata. Orang jadi doyan makan malam, doyan ngemil, dan body image-nya terganggu. Walau sudah kayak tong tetap merasa kurang gemuk terus. Sosok gemuk dianggap bonafid, padahal sekarang nyaris tak ada CEO di dunia berukuran tambun. Buat menjadi kurus perlu obat, diet, dan gerak badan. Penurunan berat tak boleh drastis. Paling banyak 0,5-1 kg setiap minggu. Obat kurus resep dokter bertujuan menekan nafsu makan (anorectic, selain mcnghancurkan kelebihan lemak badan. Golongan anorectic pentermine dan fenfluramine kini dilarang sebab bikin katup jantung jadi lembek dan dower berakibat lemah jantung.

Obat dipakai untuk membentuk pola makan tak berlebihan. Setelah pola makan normal terbentuk, obat dihentikan. Pemakaian obat anorectic lebih dari 12 minggu, bisa toleransi obat sehingga dosis perlu dinaikkan terus, padahal efek samping obat bisa ke otak.

Selain anorectic, dulu dipakai amfetamine dengan tujuan sama, obat jantung digitalis, obat pencahar, obat penuras kencing, obat bikin kenyang (bulk fillers), dan obat kelenjar gondok (preparat thyroid). Obat-obat ini kini ditinggalkan. Selain jelek efek sampingnya, bisa kecanduan juga.

Semakin banyak orang gemuk sekarang lantaran pikiran. Saat emosi tegang, maka dijadikan pemuasan pengganti, depresi dan histeria bikin orang makan terus, dan kelompok yang ketagihan makan menjadi lapar mata dan makan kompulsif. Kasus begini perlu terapi jiwa.
Selain obat, diet kalori dan gula dibatasi. Jauhi yang serba manis, kurangi makanan berlemak, dan perbanyak sayur. Jalan tergopoh-gopoh, 6 km/jam, 50 menit/hari, membakar 550 kalori. Kebiasaan makan dan perilaku makan dibentuk ulang. Cuma makan hanya kalau lapar saja, dan menolak makan kalau kenyang. Otak secara alami mengatur saat makan kita sekebutuhannya. * (Oleh: Dr. Handrawan Nadesul-Kompas)

Cara Ukur Lingkar Pinggang

LEMAK di perut adalah lemak paling berbahaya. Lemak yang berada di perut bagian dalam ini bakal mengeluarkan asam lemak bebas dan puluhan hormon yang bakal menimbulkan beragam masalah seperti menaiknya tekanan darah, terjadinya resistensi insulin, dan masih banyak masalah lain yang cukup berrat seperti munculnya penyakit jantung dan stroke.

Karena itu, Anda layak waspada dan rajin menjaga agar lingkar pinggang tetap ramping. Karena dengan logika yang sudah dijelaskan ini, itu artinya makin besar lingkar pinggang, Anda makin berisiko menderita sakit.

Lingkar pinggang yang aman untuk pria, kurang dari 90 cm, sedangkan wanita, kurang dari 80 cm. Lebih dari angka itu, artinya perut Anda kelebihan lemak. Itu bisa menjadi peringatan bahwa Anda berisiko tinggi kena penyakit diabetes tipe-2, kolesterol tinggi yang tak terkontrol, tekanan darah tinggi, dan penyakit jantung. Berikut ini cara mengukur lingkar pinggang dengan benar:

1. Persiapan
Gunakan meteran yang biasa digunakan untuk membuat baju. Lepaskan kaus dan bebaskan pinggang dari rok atau celana panjang sehingga bagian tengah perut terekspos. Berdirilah di depan cermin jika mungkin sehingga Anda dapat mengukur lingkar pinggang dengan benar.

2. Temukan spot yang tepat
Tekan jemari Anda pada batang tubuh di dekat bagian kanan pinggang. Tekan jari-jari pada kulit untuk menemukan tulang dasar panggul. Teruslah menekan dan pindahkan jari di sepanjang tepi tulang pinggul sampai Anda menemukan lengkungan atas tulang tersebut. Titik tertinggi akan terletak di sisi batang tubuh, hanya sedikit di bagian bawah tulang iga. Spot ini berada di dekat atau pada level yang sama dengan pusar Anda.

3. Lingkarkan meteran
Posisikan meteran secara horizontal di spot atas tulang pinggul. Kemudian lingkarkan di seputar perut dan seluruh batang tubuh. Pastikan meteran itu melintang secara horizontal. Tempatkan ujung meteran angka 0 di spot sementara sisanya melingkari perut dan batang tubuh.

4. UkurJangan mengecilkan perut.
Berdirilah tegak dan buang napas dengan lembut ketika Anda mengukur perut. Pastikan juga agar pita meteran itu tidak menekan kulit perut. Lihatlah pada nomor di mana angka 0 bertemu dengan angka terakhir yang melingkari pinggang. Itulah ukuran pinggang Anda.
(Author: Diyah Triarsari, Source : Gaya Hidup Sehat-Kompas)

Lingkar Pinggang, Barometer Kesehatan Anda

Banyaknya timbunan lemak di perut yang ditandai dengan perut membuncit sebaiknya jangan dipandang sebagai tanda kemakmuran. Lingkar pinggang yang membesar bisa menjadi indikator untuk melihat apakah seseorang berisiko terkena diabetes.

Berat badan berlebih atau kegemukan akan meningkatkan risiko seseorang terkena diabetes. Untuk mengukur tingkat obesitas, kita bisa menggunakan ukuran indeks massa tubuh (IMT) yang dihitung dari berat badan (kg) dibagi tinggi badan kuadrat (M2). Sayangnya IMT tidak mencerminkan distribusi timbunan lemak di dalam tubuh.

Untuk menilai timbunan lemak di perut, dr.Gatut Semiardji, SpPD-KEMD, staf pengajar di departemen ilmu penyakit dalam FKUI-RSCM, menyarankan agar dilakukan pengukuran lingkar pinggang. "Lingkar pinggang menunjukkan lemak di rongga perut yang merupakan tanda beberapa penyakit," katanya dalam sebuah seminar yang diadakan oleh Prodia. Ditambahkan olehnya, makin tinggi kadar kolesterol jahat, makin panjang ikat pinggang orang tersebut.

Menurut dokter Gatut, lemak yang menumpuk di rongga perut lebih berbahaya daripada lemak di bagian bokong atau paha. "Lemak di perut sel-sel lemaknya lebih besar sehingga terjadi penumpukan lemak yang berlebihan di jaringan adiposa yang akhirnya menghasilkan protein berbahaya," kata Sekretaris II Himpunan Studi Obesitas Indonesia (HISOB) itu.

Tim peneliti dari Prancis, Dr.Xavier Jouven dan rekan, pernah melakukan penelitian terhadap 7000 polisi Prancis yang meninggal antara tahun 1967-1984 karena serangan jantung. Setelah dilakukan pengukuran lingkar pinggang, ternyata kebanyakan polisi yang meninggal adalah pria-pria berperut buncit. Sebagai patokan, ukuran pinggang yang perlu diwaspadai pada pria adalah jika melebihi 90cm, sedangkan untuk wanita, risiko tingginya kolesterol akan meningkat bila lingkar pinggangnya berukuran lebih dari 80 cm.

Selain menunjukkan tingginya kadar kolesterol jahat (LDL), lingkar pinggang juga menunjukkan resistensi insulin, yakni suatu keadaan di mana tubuh tidak dapat menggunakan insulin dengan baik. Bila dilakukan pemeriksaan darah, maka hasilnya akan ditemukan kadar gula darah yang tinggi, namun belum diabetes. Keadaan ini sering disebut pra-diabetes.

Obesitas, hipertensi dan tingginya kolesterol (dislipidemia), merupakan sebagian dari kumpulan gejala yang meningkatkan risiko penyakit jantung koroner dan diabetes (sindrom metabolik). Untuk mendeteksi adanya penyakit-penyakit tersebut, perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium yang meliputi pemeriksaan glukosa darah, kolesterol HDL, trigliserida dan adiponektin. Selain itu pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan adalah mengukur lingkar pinggang dan tekanan darah.

Orang yang memiliki risiko tinggi mengalami sindrom metabolik perlu melakukan berbagai upaya agar tidak berkembang menjadi penyakit berbahaya, antara lain dengan menurunkan berat badan, mendeteksi kelainan (pemeriksaan fisik dan lab), intervensi terhadap kelainan yang ditemukan. Meski terdengar sepele, namun pengaturan pola makan, membenahi gaya hidup dan menghindari stres telah terbukti efektif untuk memerangi penyakit berbahaya.(Penulis: An-Kompas)

Pembunuh Nomor Satu Itu Mengincar Wanita


Hingga saat ini penyakit jantung masih menjadi pembunuh nomor satu di dunia. Jika dulu penyakit ini lebih banyak diderita laki-laki, data terbaru menyajikan fakta yang mencengangkan, makin banyak perempuan berusia kurang dari 45 tahun yang meninggal akibat penyakit jantung.

Seperti dipublikasikan dalam Journal of the American College of Cardiology, penyebab serangan jantung terbesar adalah sumbatan pembuluh darah. Selain kegemukan faktor risiko lain yang mengundang datangnya penyakit jantung adalah penumpukan lemak di pembuluh darah (aterosklerosis) yang menyebabkan darah tersumbat. Jika sumbatan terjadi di pembuluh darah jantung orang akan terkena penyakit jantung koroner, jika yang tersumbat pembuluh darah di otak akibatnya adalah stroke.

Menurut Dr Anthony DeMaria, yang mempublikasikan data tersebut, secara umum sebenarnya terdapat perbaikan yang positif dalam penanganan penyakit jantung. Sejak tahun 1980-2002, angka kematian akibat sumbatan pembuluh darah menurun pada pria dan wanita berusia di atas 35 tahun. Kemajuan tersebut dicapai salah satunya karena obat-obatan penurun kolesterol.
Namun angka tersebut kini memburuk. Jika sebelumnya serangan jantung banyak dialami oleh orang berusia di atas 55 tahun, kini makin banyak orang muda yang terkena serangan fatal tersebut. "Lemak dan sumbatan plak berlangsung bertahun-tahun sebelum berakibat fatal, tapi kombinasi berbagai faktor, seperti genetik, kegemukan, dan kolesterol tinggi makin meningkatkan risiko pada orang muda," kata Anthony.

Berdasarkan data Center for Disease Control and Prevention, AS, pada tahun 2002 ada 25.000 pria dan 8000 wanita berusia 35-54 di Amerika Serikat yang meninggal karena penyakit jantung koroner (PJK).

Sejak tahun 1987 terjadi peningkatan prevalensi pada perempuan berusia 35-44 tahun, yakni dari 100.000 orang ada 8,2 perempuan yang meninggal karena PJK. Sedangkan angka pada pria relatif stabil, yakni 26 kematian per 100.000 orang.

Sebenarnya tak sulit mencegah penyakit jantung. Strateginya adalah menurunkan kadar kolesterol, menghindari kegemukan, berhenti merokok, serta melakukan olahraga. Jauh lebih murah ketimbang mengeluarkan uang ratusan juta rupiah untuk mengobati. (AP/An)-Kompas

Jangan Gemuk, Dong, Yang..

Meski bukan yang utama, namun penampilan fisik memegang peran penting untuk menarik perhatian lawan jenis. Mungkin Anda masih ingat betapa tampannya si dia dengan tubuh tinggi, ramping dan dada tegap. Namun, setelah menikah, lambat laun berat badannya meningkat dan lemak mulai tertimbun di perutnya yang buncit.

Banyak yang berpendapat, perut buncit adalah hal yang wajar bagi pria. Tapi, tahukah Anda bahwa lingkar perut yang makin lebar bisa jadi tanda gangguan metabolisme yang bisa mengundang penyakit pembuluh darah dan jantung, diabetes, dan hipertensi. Bahkan, kegemukan pada pria juga bisa berdampak pada juniornya. Karena itu, sebelum terlambat, ajak pasangan untuk mulai menjaga kesehatannya.

Bagaimana cara yang tepat untuk mengajaknya menurunkan berat badan? "Pertama, jangan mengkritiknya, namun pujilah setiap usaha olahraga yang dilakukannya," kata Amy Gorin, psikolog yang memiliki spesialisasi di bidang penurunan berat badan, dari Universitas Connecticut, ini.

* Jangan mengomel
Berhentilah mengomel dan mengomentari penampilannya yang makin "lebar" karena kecerewatan Anda hanya akan menimbulkan konflik. "Sikap itu akan membuat pasangan merasa jelek dan ia bisa depresi. Padahal depresi kerap memicu orang untuk makan berlebih," kata Maye Musk, ahli nutrisi dari New York.

* Tunjukkan perhatian
Kemukakan alasan yang masuk akal mengapa si dia perlu mengontrol berat badannya. "Suami saya bilang ia peduli pada kesehatan saya dan berharap saya ada bersamanya sampai tua," kata Jennifer Blair. Untuk itu setiap hari ia giat berolahraga dan menjaga pola makannya. Berat badannya pun berkurang 33 kilogram dalam beberapa bulan.

* Beri solusi
Alih-alih memberi komentar negatif setiap ia menyantap makanan manis, lebih baik bantu pasangan dengan menyediakan camilan sehat. Bila pasangan suka ngemil, sediakan panganan yang rendah kalori dan garam.

* Jadi panutan
Jangan cuma menyuruhnya, yang terpenting adalah jaga berat badan Anda sendiri. Bila Anda sudah sehat dan rutin berolahraga, akan lebih mudah untuk pasangan Anda melakukannya.

* Jangan jadi "polisi"
Tak ada orang yang suka diperintah, disuruh makan ini dan jangan makan itu. Siapa pun tak suka dikontrol, maka bila Anda melakukannya pada pasangan, bisa jadi ia akan memberontak.

* Kompak
Lakukan berbagai kegiatan untuk menunjukkan Anda setia bersamanya dalam menjalankan hidup sehat. Temani si dia berolahraga atau bersama-sama belanja bahan makanan rendah kalori agar Anda bisa membuatkan makanan sehat untuknya.
(AN,Sumber : msnbc, Kompas)

Obesitas Bisa Diprediksi Lewat Tes Darah


KEGEMUKAN atau obesitas adalah problem serius yang mengancam masyarakat modern. Kebiasaan mengonsumsi makanan tinggi lemak serta gaya hidup tidak aktif (sedentari) kerap dituding sebagai salah satu faktor penyebab utama merebaknya wabah obesitas.

Berdasarkan suatu riset terbaru para ilmuwan AS, risiko kegemukan pada seseorang sebenarnya dapat diprediksi dengan cara menganalisis salah satu kandungan lemak dalam darah. Hasil penelitian yang dimuat International Journal of Obesity menyatakan, besar kecilnya perubahan kadar trigliserida dalam darah setelah mengonsumsi makanan berlemak dapat mengindikasikan apakah seseorang rentan mengidap obesitas.

Menurut para peneliti, temuan ini dapat membuka jalan bagi para tenaga medis menemukan metode baru mengidentifkasi siapa pun, termasuk anak-anak, akan risiko mengalami kegemukan.

Trigliserida merupakan salah satu jenis lemak yang diangkut dalam darah dan disimpan pada jaringan lemak tubuh. Lemak ini ditemukan pada jenis-jenis makanab berlemak selain juga dihasilkan tubuh.

"Penemuan ini menunjukkan bahwa pada suatu hari nanti kita dapat memakai tes darah sederhana guna mengidentifikasi risiko seseorang mengidap obesitas. Kemampuan mengidentifikasi mereka yang lebih rentan akan membuka peluang dalam mengatasi obesitas dengan menyediakan upaya pencegahan bagi mereka yang sangat membutuhkan," ungkap Mark Friedman, peneliti senior dari Monell Center.

Epidemi obesitas diyakini timbul akibat kebiasaan buruk mengonsumsi diet tinggi lemak dan karbohidrat, yang pada akhirny memicu penambahan berat badan. Kecenderungan bertambahnya berat badan setelah mengonsumsi diet tinggi lemak antara lain juga dikendalikan oleh gen-gen. Ada beberapa individu yang mudah sekali menjadi gemuk ketimbang orang lain, padahal jenis dietnya sama.

Dalam riset terbaru ini, para ahli memantau kecenderungan sekelompok tikus terhadap obesitas yang disebabkan diet lemak melalui suatu tes untuk melihat peningkatan kadar trigliserida usai mengonsumsi seporsi makanan berlemak tinggi. Tikus-tikus ini kemudian diberi makanan berlemak tinggi selama empat pekan berikutnya.

Dari metode itu, para ahli dapat memprediksi tikus mana saja yang tubuhnya berubah menjadi obes selama periode empat pekan dengan cara menguji respon metabolik sebelumnya terhadap makanan tinggi lemak. Hasil riset menunjukkan, semakin kecil perubahan kadar trigliserida dalam darat tikus, semakin besar penambahan berat badan.

Sejauh ini, belum ada biomarker atau penanda biologis sederhana untuk memprediksi kecenderungan terhadap obesitas yang disebabkan diet lemak. Oleh sebab itu pula, hingga kini belum ada uji klinis yang dapat membantu dokter mengidentifikasi siapa saja yang berisiko kegemukan.

Penemuan ini mengindikasikan bahwa perubahan kadar trigliserida dalam darah pada suatu hari nanti akan dapat digunakan sebagai suatu metode. Penelitian lanjutan diharapkan akan dapat mengungkap lebih detil bagaimana mekanisme di balik perubahan kadar trigliserida dalam darah.(AC -Sumber : Xinhua-Kompas)

Jangan Bangga Bila Perut Membuncit


Jangan bangga dulu bila perut membuncit. "Itu tidak ada hubungannya dengan deposito di bank," ujar Prof. Wimpie Pangkahila, Sp.And. Selasa (18/12/ 07).

Menurut seksolog dan androlog yang juga pengurus Perkumpulan Kedokteran Anti Penuaan Indonesia ini, perut buncit menimbulkan bahaya besar. "Mereka berisiko tinggi mengalami banyak penyakit," jelas guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Bali.
Diabetes mellitus, jantung, stroke, menaiknya kadar kolesterol, hipertensi, dan masih banyak lagi penyakit berbahaya bakal diidap si empunya perut buncit.

Lemak terutama di perut bagian dalam atau visceral fat merupakan lemak yang wajib diwaspadai karena melepaskan beragam hormon yang menyebabkan munculnya penyakit-penyakit degeneratif ini.

Berbeda dengan lemak di bagian lain, lemak visceral ini melepaskan asam lemak bebas yang bisa langsung dilepaskan ke organ hati dan organ dalam di sekitarnya. (Sumber: Gaya Hidup Sehat, Penulis: Abd, Kompas)

Kecilkan Perut Demi Kesehatan..!

Usia pertengahan (sekitar 40 tahun) merupakan saat perut kita bertambah buncit. Untuk pria Asia, ukuran lingkar perut yang normal tidak lebih dan 90 cm, dan bagi wanita tak lebih dari 80 cm, yang diukur melingkar setinggi pusar.

Peningkatan di atas nilai normal bisa sejalan dengan peningkatan insidensi pelbagai penyakit metabolisme. Misalnya, penyakit gula dan kolesterol, tekanan darah tinggi (hipertensi), serta gangguan pembuluh darah seperti stroke dan penyakit jantung koroner.

Semenjak usia 20 tahun (akhir adolesensi), metabolisme yang tadinya bersifat membangun (anabolisme) mulai herubah secara berangsur-angsur menjadi metabolisme yang mendatar, melambat, dan akhirnya merombak (katabolisme) ketika memasuki usia senja. Metabolisme yang merombak menyebabkan penurunan massa otot dan tulang serta peningkatan timbunan lemak tubuh, khususnya di sekitar alat tubuh sepenti jantung, usus, ginjal, dan di bawah kulit perut. Penimbunan lemak di bawah kulit perut itulah penyebab perut membuncit.

Metabolisme (reaksi kimia dalam tubuh untuk memanfaatkan unsur-unsur gizi bagi pembentukan tenaga dan pelbagai keperluan lain) sudah mulai melambat pada usia di atas 40 tahun. Saat itu otot dan organ tubuh mulai mengecil. Juga tubuh membutuhkan kalori lebih sedikit daripada sebelumnya. Jika seorang remaja dalam masa pertumbuhan dapat melahap habis dua piring nasi dan puluhan tusuk sate, maka pada masa pelambatan metabolisme ini orang mungkin hanya bisa makan satu piring nasi dan beberapa tusuk sate. Kegemukan terjadi jika pola makan tetap sama sepenti pada usia remaja, tetapi kegiatan fisik sudah jauh menurun sementara metabolismenya melambat.

Ketika melakukan diet sekaligus berolahraga, bobot badan sering tidak tunun. Lo, kenapa? Dalam program diet dengan olahraga, mengecilnya lingkar perut sebenarnya akan lebih dulu terjadi ketimbang turunnya bobot badan. Sebagai hasil dari olahnaga - khususnya yang bersifat beban, baik berat (weight) maupun kecepatan (speed)- massa otot sering turut meningkat. Dengan begitu, sekalipun program penurunan bobot itu telah mengurangi jumlah lemak tubuh, bisa saja berat badan tetap sama atau bahkan naik karena peningkatan massa otot. Tanda yang lebih tepat yaitu mengecilnya lingkar perut, ditandai dengan pakaian yang kendor di bagian perut.

Makan secara cerdik

Ada asumsi umum, jika kita memasukkan lebih banyak kalori dari makanan ketimbang kalori yang dipakai oleh tubuh, maka makin banyak lemak atau gajih yang menumpuk. Celakanya, gajih sering mengumpul di bagian perut. Pertanyaannya, makanan apa saja yang banyak memberikan kalori dan menyebabkan penumpukan gajih?Sebagian pakar berpendapat, lemak atau minyak merupakan unsur makanan yang memberikan kalori paling besar. Alasannya, pertama, 1 g lemak akan menyumbang 9 kaloni (bandingkan dengan protein dan karbohidrat yang hanya memberikan 4 kalori/g). Kedua, lemak teryata justru menggunakan lebih sedikit kalori dalam proses metabolismenya. Untuk metabolisme pnotein diperlukan kalori sekitar 23% dari total kalori yang dihasilkan, untuk karbohidrat dibutuhkan sekitar 6 - 7%, tetapi untuk metabolisme lemak hanya perlu 2 -3%. Karena kalori yang dihasilkannya lebih tinggi dan metabolismenya yang lebih sedikit memerlukan energi itulah, maka lemak dianggap sebagai unsur makanan yang harus dikurangi jika kita hendak berdiet!

Untuk mengurangi makanan yang banyak mengandung lemak, biasakan diri melakukan beberapa hal pada saat makan. Pertama, biasakan minum air putih satu gelas sebelum makan. Dr. Blackburn dari Harvand Medical School menyatakan, "Perasaan lapar sering merupakan manifestasi rasa haus. Jika kita membiasakan diri minum air pada saat terasa ingin ngemil di luar saat makan, maka keinginan itu akan dapat dikurangi."

Jika menyukai sari buah, Anda dapat menggantikan air putih dengan buah rendah kalori yang diblender agar seratnya turut terkonsumsi. Pilihlah buah atau sayuran yang kalorinya rendah seperti tomat dan ketimun. Blenderan buah atau sayuran ini dapat diminum untuk menghilangkan perasaan ingin ngemil, atau diminum sebelum makan. Selain itu, serat solubel (dapat larut) dalam blenderan akan mengurangi penyerapan lemak dan makanan di dalam usus.
Ketika memilih piring makan, usahakan mengambil piring datar (plate), dan bukan piring cekung (disc). Ambil sayuran dahulu untuk memenuhi piring, baru kemudian nasi, dan yang terakhir lauk dagingnya. Jika ingin tambah, hanya sayuran yang boleh Anda ambil. Jangan lupa, makanlah selalu di meja makan dan jangan makan di sembarang tempat apalagi sambil menonton TV. Sebab, makin seru acara TV makin banyak makanan atau camilan yang Anda habiskan!

Selain memberikan kesempatan makanan untuk turun , kebiasaan berjalan–jalan sesudah makan akan membantu menghabiskan sebagian kalori dari makanan itu. Setiap 25 langkah Anda berjalan, satu kalori akan terpakai. Apalagi jika Anda menaiki tangga. Tentu saja semua ini harus dilakukan dengan santai karena perut Anda baru saja terisi.

Terus olahraganya apa?

Olahraga yang tepat untuk membantu penurunan berat badan adalah kombinasi latihan beban dan aerobik. Latihan beban seminggu sekali dan aerobik 3 - 5 kali seminggu bukan hanya membantu menurunkan berat, tetapi juga akan mempertahankan berat yang sudah tercapai. Latihan beban dapat dilakukan menggunakan dumbbell atau peralatan di pusat-pusat kebugaran jasmani.

Untuk latihan beban mungkin diperlukan instruktur agar tidak terjadi penambahan massa otot berlebihan sehingga membuat bobot badan meningkat pesat. Latihan aerobik dapat dilakukan sendiri. Bisa dengan berenang pelahan, joging, bersepeda, lari atau jalan cepat, dan senam aerobik. Ciri olahnaga aerobik berupa keluarnya keringat tanpa rasa sesak napas, lelah, dan mengantuk sesudah berolahraga. Sebaliknya, latihan aerobik harus membuat tubuh terasa lebih segar, tidak lapar, dan tidak mengantuk.

Pengecilan perut sebaiknya tidak dilakukan dengan beban yang berlebihan. Latihan sit-up dapat menjadi olahnaga beban karena Anda harus mengangkat dua pertiga tubuh! Jika ingin mengurangi beban itu, dapat dipakai alat khusus yang juga bisa mencegah sakit pinggang akibat sit-up. Acap kali mereka yang mencoba mengecilkan perut dengan sit-up tanpa alat penyangga mendapatkan perut yang semakin besar kendati sebenarnya perut itu bukan membuncit tetapi semakin berotot dan kencang.

Untuk mengecilkan perut, gerakan panggul yang ringan tetapi lama akan lebih efektif. Latihan dapat dilakukan dengan alat seperti untuk permainan hullahoop atau piringan untuk latihan gerak panggul. Gerakan ini mungkin bisa disamakan dengan gerakan penari perut atau hula-hula yang memiliki perut relatif kecil.

Hal yang sama juga berlaku pada pengecilan paha atau tungkai. Jika menggunakan beban berat, mungkin paha dan tungkai Anda semakin besar dan berotot. Untuk mengecilkannya Anda dapat meniru gerakan pengendara sepeda di desa yang mengayuh sepedanya pelahan-lahan. (Kompas)

Kembali Langsing Setelah Melahirkan


Di balik kebahagiaan para ibu setelah melahirkan, tak sedikit yang sebenarnya khawatir akan bentuk badan yang melar. Menurut studi terbaru, kegiatan berjalan kaki, menghindari makanan berlemak dan mengurangi waktu di depan TV, cukup efektif untuk kembali langsing.

Kesimpulan tersebut disampaikan oleh tim peneliti dari Harvard Medical School, AS, setelah melakukan pengamatan terhadap 902 perempuan. Dalam riset yang dipimpin Dr.Emily Oken tersebut, tim mengikuti perkembangan kesehatan para responden untuk mengetahui kebiasaan apa saja yang bisa menurunkan berat badan setelah melahirkan.

Pengamatan tersebut dilakukan selama responden hamil hingga setelah persalinan. Enam bulan setelah bayi mereka lahir, para responden ini ditanyai aktivitas yang sering mereka dilakukan, misalnya berapa lama mereka menonton TV dan melakukan aktifitas fisik. Selain itu para responden juga diminta mengisi daftar pertanyaan tentang pola makan mereka.

Setahun kemudian, rata-rata para responden mengalami kenaikan berat badan 0,6 kg dibandingkan sebelum kehamilan. Sebanyak 12 persen responden kenaikannya mencapai 5 kg.
Untuk setiap satu jam waktu yang mereka habiskan di depan TV setiap harinya, risiko kenaikan berat badan hingga 5 kg mencapai 24 persen. Faktor pencetus kegemukan lainnya adalah makanan berlemak. Konsumsi makanan berlemak 0,5 persen kalori akan meningkatkan risiko kenaikan berat badan hingga 33 persen. Sementara itu, responden yang melakukan olahraga ringan seperti berjalan kaki setiap jam setiap harinya, terbukti berat badannya lebih stabil.
Menurut tim peneliti seperti dimuat dalam American Journal of Preventive Medicine edisi April 2007, wanita yang menonton TV kurang dari dua jam setiap harinya, berjalan kaki minimal 30 menit dan mengurangi konsumsi makanan berlemak, risiko kegemukannya berkurang hingga 77 persen setelah melahirkan.

"Menghindari makanan berlemak bagi wanita muda mungkin lebih karena takut gemuk, padahal mereka juga akan terhindar dari risiko penyakit jantung. Dengan mengurangi waktu menonton TV, bukan hanya baik untuk kesehatan ibunya tetapi juga bisa menjadi contoh yang baik untuk anak-anaknya," kata Emily. (Sumber: reuters-Penulis: An-Kompas)

Hati-Hati Membasmi Si Gemuk!


Memiliki ukuran badan besar atau bobot berlimpah dulu dipandang sebagai lambang kemakmuran, namun jaman sudah berubah, kini banyak orang makin sadar jika gemuk adalah gudangnya penyakit. Jadi tak heran jika banyak orang mulai berlomba-lomba mengurangi bobot tubuhnya, meskipun banyak yang melakukannya dengan cara kliru, bahkan ingin langsing dengan cara instant asal tubuh langsing. Sayang bukannya langsing yang didapat, tapi ujung-ujungnya malah ke rumah sakit.

Obesitas sendiri menjadi hal yang kerap dibicarakan banyak kalangan, mungkin untuk beberapa orang 'gangguan' ini memang mudah untuk diatasi, tinggal mengerem asupan makan tubuhpun jadi langsing. Namun tak semua orang bisa mengalami 'anugerah' tersebut, pasalnya 'riwayat' kegemukan sendiri menjadi salah satu hal yang ikut memperlancar suksesnya penurunan bobot tubuh seseorang.

Selain tak enak dipandang gemuk sendiri juga menyimpan banyak sisi negatif bagi tubuh, tubuh jadi cepat lelah debar jantung lebih kencang, pernapasan terganggu. Bahkan yang paling serem lagi kelewat gemuk bikin tubuh rawan dihinggapi penyakit kelas berat, seperti diabetes, hipertensi, hiperlipidemia, dan penyakit jantung.

Sampai taraf mana sih seseorang menderita obesitas? Obesitas dihitung dari penumpukan lemak pada jaringan tubuh yang melebihi 30 persen (wanita) dan di atas 25 persen (pria). Dalam hal ini normalnya, komposisi lemak tubuh pria 12 - 28 % dari total berat badan. Sementara wanita 18 - 24%.

Memerangi Si 'Gemuk'

Mengusir si gemuk bisa dibilang gampang-gampang susah, pasalnya kadang si gemuk sendiri juga datang dan pergi sesuka hatinya. Selain juga ditunjang perilaku pemilik si gemuk itu sendiri. Saat ini beragam cara membasmi si gemuk banyak kita jumpai, mulai cara konvensional seperti berolahraga, mengatur pola makan, hidup teratur, atau menggunakan alat bantu misalnya obat pelangsing, konsumsi obat modern berbahan kimia, akupuntur, sedot lemak, dan berbagai cara lain yang bisa dibilang tak aman jika kita melakukannya sembarangan dan tanpa prosedur yang pasti. Bahkan bukan tak mungkin ada efek samping dikemudian hari.

Keluarga obat konvensional yang paling sering dijumpai di pasaran kerap adalah orlistat, yang bekerja menahan penyerapan lemak dan menghambat pemecahan molekul lemak dalam usus besar. Efek sampingan biasanya timbul berupa buang air kecil tidak terkontrol dan munculnya rasa tidak nyaman pada perut. Bahayanya, jika obat jenis ini digunakan terus-menerus, tubuh bisa dengan mudah kehilangan vitamin A, D, E, K yang larut dalam lemak.

Jenis obat kurus lainnya berasal dari keluarga amfetamin, yang cara kerjanya lebih menekan nafsu makan. Seperti halnya orlistat, amfetamin juga membawa efek negatif seperti insomnia, gelisah, tremor (gemetar), sakit kepala, hipertensi, hingga jantung berdebar.

Sementara itu pengusir gemuk dari golongan furosemid lebih bersifat diuretika atau memaksa tubuh mengeluarkan banyak cairan yang memicu mengecilnya sel-sel tubuh. Jika tubuh dipaksa melakukan hal ini, bukan tak mungkin ginjal bakal mengalami kerusakan dan dehidrasi serta penggumpalan pada lambung.

Obat pencahar (laksansia) juga dijadikan sebagai alternatif pilihan untuk menurunkan berat badan. Laksansia memaksa kotoran dari usus keluar dengan paksa, terutama jika ada gangguan pada saluran pembuangan. Penggunaan laksansia dalam waktu panjang dan terus menerus berpotensi menyebabkan gangguan pada usus serta gangguan elektrolit, terutama kehilangan kalium yang dapat menyebabkan obstipasi (gangguan pembuangan yang parah).

Tak hanya berhenti dari rumpun obat-obatan yang 'menyiksa' tubuh untuk membuat tubuh langsing, beberapa tahun terakhir, pasar juga dibanjiri produk suplemen makanan dan minuman berserat. Suplemen jenis ini akan menggumpal dalam lambung, sehingga mengurangi nafsu makan. Perut pun rasanya kenyang terus, meski tak banyak makanan yang masuk, begitu juga obat yang lainnya, mengkonsumsi suplemen ini dalam jangka panjang juga membahayakan, karena berpotensi menyumbatan usus besar.

Beralih menyiksa anggota tubuh bagian dalam, cara lain yang mulai trend digunakan adalah akupuntur. Tusuk jarum ini dapat mengurangi lapar dan nafsu makan, sehingga ujung-ujungnya mengurangi kalori yang masuk ke dalam tubuh. Akupuntur pada lokasi yang tepat di telinga dapat menghambat pusat makan di hypothalamus dan menghambat peristalsis otot pada usus. Pergerakan lambung pun berkurang, sehingga nafsu makan turun. Efek sampingannya, antara lain sakit kepala, nyeri di telinga, mual dan muntah, akan hilang bila jarum dicabut.

Memang tubuh langsing dan sehat selalu jadi idaman semua orang namun bukan berarti kita sembarangan 'menyiksa' tubuh kita khan? So, mulai hati-hati jika ingin langsing, akan lebih baik mulai membiaskan diri hidup sehat dan berolah raga secara teratur, tubuh langsing, badanpun sehat.(kapanlagi)

Perempuan, Berhati-hatilah…

Kasus kelebihan berat badan, kegemukan, obesitas, atau apa pun namanya, memang lebih banyak membebani para wanita. Tidak saja bahwa kaum perempuan harus menyandang stigma "kurang nyaman untuk dilihat" dari segi penampilan, tetapi kenyataannya, mereka pun menghadapi angka kematian lebih tinggi dibandingkan lawan jenisnya, yaitu kaum pria….

Tak bisa dihindari, perubahan zaman pada akhirnya berdampak pula pada perubahan pola hidup yang juga membawa akibat pada perubahan pola makan. Dan, apa yang terjadi kemudian pun bisa pula ditebak. Ketika orang mulai meninggalkan pola makan lebih sehat, yaitu masakan dapur "ibu" yang terdiri dari sayuran, daging, dan ikan yang selalu segar, serta tempe, tahu, lalapan, dan buah-buahan, kemudian beralih ke pola makanan cepat saji ala Amerika, yang terjadi adalah kasus kelebihan berat badan.

Mungkin agak tergesa-gesa untuk meletakkan kesalahan utama pada pola makan ala Amerika. Namun, kenyataannya, banyak orang yang kemudian belajar menyiasati pola makan tersebut agar terhindar dari kegemukan luar biasa atau obesitas.

Kemasannya yang praktis dan mudah dibawa dalam kondisi apa pun menjadi daya tarik utama orang untuk beralih ke konsumsi makanan ala Amerika tersebut. Sayang, di balik kemasan penuh pesona itu tersimpan "umpan" dahsyat yang bila tidak hati-hati bisa dengan mudah membawa konsumen ke arah obesitas.

Padat kalori

Para ahli dari Medical Research Council mengatakan, makanan cepat saji atau penuh dengan kalori padat. Karena itu, tidak perlu makan dalam jumlah besar. Persoalannya, menurut BBC News, makanan "padat energi" seperti itu justru merangsang orang untuk mengonsumsi kalori dalam jumlah lebih dan lebih banyak lagi. Unsur ini menjadi penyebab utama terjadinya kegemukan hingga obesitas.

Di balik kehebatannya sebagai "polisi dunia", Amerika sendiri hingga saat ini masih terus berkutat dengan obesitas. Secara kasar, Pusat Pencegahan dan Kendali Penyakit AS mengatakan, dua pertiga warga Amerika mengalami kelebihan berat yang sangat dan hampir sepertiga di antaranya masuk kualifikasi obesitas.

Asosiasi Obesitas Amerika mencatat kecenderungan obesitas yang terus meningkat. Terutama pada wanita. Prevalensi obesitas pada kaum wanita antara umur 20 tahun hingga 74 tahun mencapai 62 persen pada tahun 1999-2000. Tahun 1988-1994, angka itu hanya 51,2 persen. Periode yang sama, obesitas pada pria hanya mencapai 35,8 persen. Sebelumnya, periode 1988-1994, obesitas hanya mencapai 10,5 persen.

Kantor berita AP mengatakan, obesitas ditentukan dengan sistem BMI (body mass index) atau Indeks Masa Tubuh (IMT), yaitu kalkulasi yang didasarkan pada tinggi dan berat badan seseorang.

Jika seseorang memiliki tinggi badan lima sampai 10 kaki, ia akan disebut kelebihan berat badan jika berbobot antara 174 hingga 208 pon. Dan baru disebut obesitas jika ia berberat badan di atas 209 pon. Dengan kata lain, seseorang belum bisa disebut obesitas jika ia bertinggi badan 180 sentimeter, meski memiliki berat 93,5 kilogram.

Dari 11.000 responden yang ikut dalam penelitian Thomson Medstat, sebuah lembaga pengkajian kesehatan yang berbasis di Michigan, AS, sebanyak 3.100 orang di antaranya mengalami obesitas, bahkan pada tingkat cukup mengerikan. Sedangkan 4.200 orang masuk dalam kategori kelebihan berat badan, 3.800 orang dikategorikan normal, serta 200 orang di bawah normal.

Angka ini jauh lebih besar dibandingkan kasus obesitas di tempat lain. Di Eropa, misalnya, selama 10 tahun terakhir tren obesitas hanya berkisar 10 hingga 40 persen. Bahkan, kasus obesitas jarang ditemukan di wilayah Asia, Afrika, China, dan kepulauan Pasifik.
Sedangkan di Indonesia, data dari Obesitas Indonesia menunjukkan, dari sekitar 210 juta penduduk Indonesia tahun 2000, jumlah penduduk yang kelebihan berat badan mencapai 76,7 juta atau 17,5 persen dan pasien obesitas sekitar 9,8 juta (4,7 persen).

Lebih berbahaya

Suka tidak suka harus diakui, obesitas lebih berbahaya bagi perempuan. Mengutip pakar dari Universitas Columbia, New York, AS, Dr Peter Muennig, CNN mengatakan, angka kematian akibat obesitas pada wanita hingga usia 45 tahun memang lebih rendah dibandingkan pria. Namun, setelah usia 45 tahun, tingkat mortalitas pada perempuan akibat obesitas melesat jauh lebih tinggi dibandingkan pria.

Asosiasi Obesitas Amerika mencatat, pada umur antara 30-55 tahun, kematian wanita hampir sepenuhnya terkait dengan urusan berat badan. Bahkan, ketika indeks IMT melebihi 30, risiko kematian akibat obesitas bisa mencapai 50 persen.

Berita lain yang juga tidak membahagiakan, obesitas pada perempuan mendekatkannya pada berbagai jenis penyakit. Dari arthritis, osteoarthritis, hingga kanker. Perempuan yang mengalami obesitas berisiko lebih tinggi terkena kanker payudara, terutama setelah masa menopause. Mereka juga tiga kali lebih berisiko terkena kanker endometrial, penyakit kardiovaskular, hingga masalah infertilitas. Lebih dari itu, kaum wanita obesitas lebih mengalami diskriminasi "perlakuan" dibandingkan pria.

Untuk mencegah hal itu, berbagai upaya kini ditempuh. Baik dari penataan diet dengan benar hingga obat-obatan. Para ahli di AS, misalnya, kini sedang mengkaji kemungkinan mengembangkan vaksin anti-obesitas.

Namun, perlu tidaknya vaksin itu terus dikembangkan, hingga saat ini masih menjadi perdebatan di antara para ahli. Sebab, dari semua itu, yang terpenting adalah kembali ke pola hidup yang benar dan mengatur diet yang seimbang. (Rien Kuntari-Kompas)

Obesitas Lebih Berbahaya dari Terorisme


Negara-negara di dunia saat ini terlalu fokus pada pemberantasan terorisme, padahal ada masalah yang tak kalah berbahaya yakni problem obesitas dan penyakit gaya hidup lainnya yang telah membunuh jutaan orang. Peringatan akan bahaya obesitas mengemuka dalam konferensi internasional Oxford Health Alliance Summit di Sydney, Senin (25/2). Konferensi itu juga merekomendasikan pentingnya membuat prioritas dalam mengatasi bahaya obesitas. Faktor-faktor mematikan seperti buruknya pola makan, merokok serta kurangnya olahraga seharusnya menjadi prioritas utama dalam upaya memerangi perkembangan epidemik penyakit kronis yang sebenarnya dapat dicegah ini.

Seorang Profesor Hukum Kesehatan asal AS, Lawrence Gostin berpendapat bahwa terorisme global merupakan ancaman nyata, tetapi menimbulkan risiko lebih kecil dibandingkan obesitas, diabetes atau penyakit akibat merokok.

"Sejak 11 September, kita selalu terseok-seok dari satu krisis ke krisis lainnya, yang tentunya sangat membuat takut masyarakat. Sementara kita terlalu memberi perhatian pada masalah terorisme, kita juga dibayangi epidemik obesitas yang diam-diam membunuh jutaan orang di seluruh dunia. Kita mencurahkan sedikit sekali perhatian pada masalah ini,"ungkap Gostin.
Konferensi tahunan Oxford Health Alliance yang didanai oleh Oxford University ini telah digelar untuk kelimakalinya. Hadir dalam pertemuan ini para ahli terkemuka di bidang akademisi, pemerintahan, bisnis, hukum, ekonomi serta perencanaan kota dalam upaya menyuarakan perubahan.

Data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan sekitar 388 juta orang akan meninggal akibat penyakit kronis di seluruh dunia dalam 10 tahun ke depan.
"Ada kelumpuhan secara politis dalam menanggapi isu ini," ungkap Gostin, yang juga penasehat pemerintah AS serta Profesor di Universitas Georgetown dan Universitas Johns.

Ia juga mencatat, upaya pencegahan obesitas serta pengaruhnya terbilang jarang dikemukakan dalam kegiatan kampanye pemilihan Presiden AS.

"Penderitaan manusia masih menakutkan ketika kita mempertimbangkan bahwa obesitas dapat memperpendek rata-rata harapan hidup dari seluruh generasi. Ini berujung pada pembalikkan untuk pertama kalinya dari harapan hidup sejak pengumpulan data dimulai pada tahun 1990," tegasnya.

Pertemuan itu juga mengemukakan beberapa hal misalnya fakta bahwa beberapa ancaman terhadap kesehatan kerap mendapat perhatian pemerintah serta peliputan dari media. Fakta lain adalah penyakit jantung, paru-paru, diabetes dan kanker saat ini dihitung sebagai 60 persen penyebab kematian di seluruh dunia. Ancaman baru terhadap kesehatan sepeti SARS, avian flu, HIV/AIDS, terorisme, bioterorisme dan perubahan iklim juga sugguh dramatis dan membuat emosional.

Konferensi yang dijadwalkan berakhir pada Rabu mendatang ini juga menelorkan "Sydney Resolution" dan meminta pemerintah dan para pebisnis besar untuk mengambil langkah nyata dalam mencegah kematian prematur jutaan orang akibat penyakit kronis.

"Cara hidup kita sekarang membuat sakit, ini membuat planet menjadi sakit dan tidak sustainable," ungkap Ruth Colagiuri, co-director Oxford Asia-Pacific.

Resolusi Sydney memfokuskan pada empat hal, termasuk pentingnya membuat kota-kota menjadi lebih sehat seperti mendesain kehidupan yang mempromosikan gaya hidup sehat seperti berjalan kaki, bersepeda dan mengurangi emisi karbon dari kendaraan bermotor.

Kurangnya aktivitas fisik adalah sebuah faktor risiko pada banyak penyakit kronis dan diperkirakan menjadi penyebab 1,9 juta kematian di seluruh dunia setiap tahun, ungkap Tony Capon, profesor studi kesehatan dari Macquarie University, Australia.

Resolusi juga menekan pentingnya mengurangi kadar gula, lemak dan garam dalam makanan, membuat makanan murah segar yang mudah diperoleh, serta meningkatan upaya global untuk menghentikan kebiasaan merokok .( AC-Sumber : AFP-Kompas)

Buat Apa Mempertahankan Kegemukan?

Sifat-sifat seperti tidak romantis, penyendiri, tidak becus memimpin adalah karakter orang gemuk yang acap ditampilkan di berbagai media massa, terutama televisi. Mereka sering dijadikan bahan dagelan atau ger-ger-an dengan mengeksploitasi kelebihan lemak tubuhnya.
Padahal dengan menjadikan kelebihan berat badan dan penderita kegemukan sebagai bahan tertawaan sama artinya melukai perasaan sebagian masyarakat yang menyandang "penyakit gemuk". Demikian hasil penelitian terhadap karakter orang gemuk dalam program-program yang ditayangkan hampir semua jaringan televisi di Amerika Serikat, yang dilakukan para peneliti dari The Michigan State University belum lama ini.

Persoalannya, apa sebenarnya yang salah ketika penonton disuguhi -atau media televisi menyajikan- beberapa bahan tertawaan dari karakter orang gemuk yang biasanya muncul dalam ceritera "edan-edanan" dalam program acara mereka? Mungkin bukan apa-apa , tapi penelitian lain menunjukkan bahwa kegemukan tidaklah sekedar pilihan tidak menjadi kurus.
Terkadang gemuk merupakan sinyal atau isyarat yang mendasari adanya perasaan-perasaan tertentu seperti low self esteem, rendahnya penghargaan terhadap diri sendiri. Self esteem adalah konsep individu tentang dirinya sendiri yang meliputi bagaimana perasaannya tentang diri dan tubuhnya serta seberapa jauh kepuasan yang didapatkannya dari tubuh tersebut. Dan ini akan berpengaruh besar terhadap apa pun yang dilakukan oleh individu.

Agaknya, dengan menggambarkan karakter orang kegemukan sebagai seseorang yang tidak diinginkan, orang yang tidak cakap memimpin, atau sesuatu hal yang layak dijadikan bahan banyolan, televisi justru makin menghidupkan sikap low self esteem yang acap menyertai orang gemuk. Misalnya mereka merasa dirinya tidak mungkin menarik dan bisa bersaing dengan tubuh gemuk dan akibatnya menyumbang pada lingkaran setan munculnya perasaan buruk, depresi dan reaksi makan berlebihan.

Bagaimana pun televisi saat ini dinilai bersikap diskriminatif, jaringan televisi masih jarang mengekspos dan menggambarkan apa dan bagaimana sebenarnya karakter orang gemuk dalam kehidupan nyata. Pimpinan riset Bradley S Greenberg dan rekan-rekannya, yang mempresentasikan hasil penelitiannya dalam forum The North American Association for the Study of Obesity di Quebec, menemukan bahwa 25 persen perempuan Amerika mengalami kegemukan, namun sosok dan karakter mereka muncul hanya 3 persen dari keseluruhan karakter dalam televisi. Kecenderungan yang sama terjadi juga pada laki-laki gemuk.

Kalau pun akhirnya karakter orang gemuk muncul di televisi, kebanyakan dalam versi banyolan dan terfokus pada ketidakmampuan mereka dalam banyak hal. Penelitian ini, akhirnya menggarisbawahi agar para produser acara dan para pimpinan stasiun televisi mulai berpikir keras menemukan cara bagaimana membuat penonton televisi tertawa dan menikmati sebuah acara tanpa menyakiti perasaan dan merugikan pihak lain.

Dulu, Gemuk Itu Indah

Di dalam banyak kultur dahulu, gemuk adalah indah. Pada sebagian masyarakat sampai hari ini seperti di pedalaman Irian Jaya atau di dusun Nigeria, perempuan justru menumpuk berat badan agar tampak lebih menarik. Mereka senang melihat lemak yang berlebihan di bokong, suatu kondisi yang dinamakan steatopygia.

Beberapa suku terasing dan pedalaman memberikan makanan terbaik untuk anak perempuan yang mendekati usia perkawinan. Perut yang paling besar menjadikan mereka pengantin yang paling disukai. Itu terjadi di zaman primitif, sebelum manusia mengenal pertanian dan supermarket. Makanan diburu dan digali, bukan ditumbuhkan dan dipelihara.

Pada masa itu, paceklik adalah masa buruk dan gemuk adalah suatu kebaikan. Lemak tubuh mempertahankan nenek moyang kita bertahan hidup –ibaratnya mereka membawa gudang makanannya sendiri- karena lemak adalah cadangan energi murni.

Tetapi sekarang, sebagian besar orang terutama perempuan menyesali bonus ekstra itu, sebagaimana ditulis oleh editor Magazine Health Books "Prevention", dalam buku The Female Body, terutama jika dihadapkan dengan media yang memuat super model dunia Cindy Crawford, Kate Moss atau Claudia Schiffer. Melihat tubuh gantungan pakaian yang dipromosikan sebagai "ideal" sering sekali membuat perempuan merasa menderita dengan definsi kecantikan yang sempit.

Sedikit banyak "ledekan" yang ditampilkan media televisi atau ukuran-ukuran cantik, seperti tinggi, langsing, putih, feminin, seksi yang diciptakan industri kecantikan -yang kemudian mempengaruhi persepsi masyarakat- kerap membuat orang gemuk merasa tersisih dan tidak punya tempat dalam pergaulan sosial. Kehidupan romantis mereka pun dalam beberapa kasus cukup menyedihkan. Seperti diceriterakan seorang perempuan dalam konsultasi psikologi harian Kompas berikut ini:

"Saya bertubuh gemuk dengan berat badan 64 kg dan tinggi badan 154 cm. Sebagai gadis berbadan subur saya sulit menemukan pasangan hidup. Apakah gadis gemuk seperti saya tidak berhak dan tidak pantas untuk bercinta, dicintai atau mencintai lawan jenisnya? Sebenarnya sejak SMA saya sudah punya "gandengan". Ini diteruskan selama kami kuliah, saya banyak berkorban untuk dia. Saya mengetik makalah dan tugas-tugasnya dan sering menemani dia bekerja di laboratorium, tapi apa lacur, sesudah diwisuda, dia melenggang pergi sambil memeluk sekretaris yang ramping."

Entah mana yang berperan terlebih dahulu dalam menciptakan kondisi-kondisi buruk seperti kisah perempuan gemuk di atas. Apakah, media televisi yang menampilkan citra orang gemuk sebagai orang yang tidak diinginkan, hanya layak dimanfaatkan dan dijadikan obyek lucu-lucuan, yang kemudian berakibat besar dalam hal nasib dan penerimaan sosial terhadap orang gemuk.

Ataukah kesalahan industri kecantikan ynag menguasai dan memprovokasi kesadaran publik lewat media massa sehingga membentuk wacana publik bahwa yang indah dan cantik adalah perempuan yang tubuhnya ramping, kulitnya putih dan feminin.

Atau justru konsep invidu rata-rata orang gemuk sendiri terhadap diri dan tubuhnya -misalnya, mereka merasa tidak mungkin menarik dengan tubuh gemuknya- yang justru membuat mereka minder, putus asa, dan mengisolasi diri dari pergaulan sosial. Dan kenyataan inilah yang kemudian "dipotret" dan diangkat oleh media massa.

"Fat is not okay"

Barangkali hal-hal tersebut sudah menjadi lingkaran setan, yang sulit dicari mana ujung pangkalnya. Namun, sikap paling tepat barangkali, para orang gemuk ini tidak usah pusinglah bagaimana media menggambarkan karakter atau seberapa banyak memberikan porsi terhadap orang gemuk dalam tayangan mereka. Atau bagaimana lingkungan sosial memperlakukan orang-orang gemuk. Yang pasti, berdasarkan kenyataan yang ada, kelebihan berat badan atau kegemukan ternyata tidak hanya menjauhkan seseorang dari jodoh, pergaulan sosial atau karir dalam pekerjaan, tetapi mendekatkan pula pada berbagai penyakit.

"Big is okay, but fat is not okay," kata Dewi Hughes, pembawa acara bertubuh gemuk yang cukup digemari itu, suatu saat. Setiap orang memang berhak untuk menjadi gemuk. Sayangnya, menambah daging atau lemak di dalam tubuh Anda, sama saja mengundang sederet penyakit mendatangi Anda, seperti tekanan darah tinggi , sakit jantung, kencing manis, kelainan ginjal, arthritis, kolesterol tinggi, pneumonia, hernia, sulit tidur, sampai menurunnya gairah seksual.
Hasil penelitian menunjukkan, perempuan yang berhasil menurunkan berat badannya ternyata tidak hanya lebih bahagia, percaya diri, tetapi juga menjadi lebih memuaskan kehidupan seksualnya.(Kompas)

Kegemukan Lebih Menakutkan Dibanding Selingkuh?

Entah bagaimana Anda menilainya, tapi menurut sebuah survei yang dilakukan oleh majalah psikologi Riza Psicosomatica, ternyata orang Italia merasa lebih bersalah bila makan secara berlebihan ketimbang berselingkuh dari pasangannya. Prinsip hidup selalu terlihat ramping lebih penting dibandingkan selalu setia.

Meskipun begitu, ternyata orang Italia masih memiliki kepekaan sosial dan loyalitas kerja yang tinggi. Buktinya, mereka mengaku merasa sangat bersalah apabila menelantarkan keluarga dan teman-teman dekat, serta tidak menjenguk kerabat yang sedang sakit. Selain itu, mereka juga resah bila gagal dalam melakukan suatu pekerjaan.

Menurut hasil dari survei terhadap 1000 orang Italia yang berusia 22-25 tahun itu juga ditemukan bahwa ternyata agama bukanlah faktor yang menyebabkan mereka merasa bersalah atau tidak, meskipun agama Katolik Roma yang mereka anut mengajarkan bahwa rasa bersalah harus timbul ketika melanggar larangan agama.

Hanya sekitar 7 persen responden saja yang mengaku merasa bersalah karena sudah berbuat dosa. Setelah diselidiki lebih mendalam, ternyata perasaan bersalah itu baru timbul jika perilaku mereka dibenci oleh orang yang paling mereka cintai, atau mendapat penolakan dari kalangan masyarakat umum.

Penelitian ini membuktikan bahwa di negara-negara Eropa, khususnya di Italia, faktor pengendali sosial yang paling ampuh ternyata bukan berasal dari agama, melainkan dari hukum adat atau kebiasaan masyarakat yang berlaku disana. (kapanlagi)

Thursday, December 18, 2008

Mengapa Berat Badan Sulit Dipertahankan?

Banyak sekali beredar iklan yang gencar membantu Anda menurunkan berat badan, dalam tiga hari, seminggu, pokoknya dalam waktu singkat. Cara yang dilakukan juga bermacam-macam, dari kasur pemanas, sabuk elektromagnetik, salep dan sebagainya. Apakah cara-cara tersebut efektif? Mungkin saja berat badan turun, namun begitu asupan makanan berlebih, badan kembali melembung. Mengapa demikian?

Para ilmuwan telah menemukan alasan mengapa lebih sulit mempertahankan berat badan yang telah mati-matian diturunkan. Suatu tim peneliti di Columbia University, New York menunjukkan bahwa penyebabnya adalah turunnya tingkat kandungan hormon leptin yang mengendalikan selera makan.

Mereka menemukan bahwa suntik hormon pada orang yang baru saja menurunkan berat badannya akan mencegah kembalinya ke berat semula. Hasil penelitian ini dimuat dalam Journal of Clinical Investigation.

Diperkirakan, lebih dari 85 persen penderita kegemukan umumnya sulit mempertahankan berat badan yang telah diturunkan. Sebab, asupan makanan berlebih dapat mengembalikan ke berat sebelumnya.

Dalam penelitian tersebut ditunjukkan bahwa kecenderungan ini berlangsung karena sejumlah perubahan fungsi metabolisme tubuh, hormon, dan sistem syaraf. Tim Columbia yakin perubahan ini didorong rendahnya tingkat kandungan leptin. Hormon tersebut dibuat dalam jaringan lemak dan ketika seseorang kehilangan berat badan, produksi leptinnya turun drastis.
Sebaliknya saat asupan makanan berlebih, kandungan leptin juga naik dan mendorong proses perubahan sebaliknya yang menyebabkan berat badan semakin besar.

Untuk menguji teorinya, para peneliti memberikan dosis leptin kepada sukarelawan berbadan kurus dan berbadan gemuk yang baru saja menurunkan berat badannya. Mereka menemukan adanya perubahan metabolisme dan hormon pada keduanya. Tubuh manusia tidak dapat mencegah kembalinya berat badan ketika proses perubahannya berbalik, kecuali tingkat kandungan leptin dikembalikan ke tingkat yang sama dengan kondisi saat sebelum berat badan turun.

Leptin diketahui memainkan peranan penting dalam mengendalikan selera, tapi penjelasan secara ilmiah belum dapat dipastikan. Injeksi leptin telah digunakan untuk membantu penderita kegemukan - yang juga kekurangan hormon tersebut - untuk mengurangi berat badannya. Namun, pendekatan tersebut tidak akan berguna bagi penderita kegemukan yang kadar leptin tubuhnya normal.

Obat baru

Para peneliti berharap, suatu saat dapat dikembangkan obat baru untuk mempertahankan berat badan yang dapat mengatur fungsi tubuh yang memantau kandungan leptin.
Pemimpin penelitian Dr. Michael Rosenbaum menyatakan, jika ditelusuri, hal tersebut sebenarnya telah mendorong nenek moyang kita untuk mencegah perubahan perilaku lemak. Mereka seringkali makan banyak lemak pada waktu-waktu tertentu saat bahan makanan terbatas.

Saya pikir, lanjut Rosenbaum, faktor genetik manusia diperkaya dengan gen-gen yang mempertahankan berat badan dan kurangnya gen-gen tersebut akan mencegah naiknya berat badan. "Kita telah hidup ratusan ribu tahun sehingga dapat menentukan kapan makan lebih banyak atau mengurangi makan untuk menyimpan energi," kata Rosenbaum. Tapi, mungkin saja kita sekarang hidup pada lingkungan yang tidak mendukung adaptasi melalui cara-cara tersebut.

Dr Ian Campbell, kepala National Obesity Forum juga yakin suatu saat dapat dikembangkan cara pengobatan kegemukan yang mengatur kadar leptin. Meskipun demikain, cara terbaik untuk mengatur berat badan adalah dengan olahraga dan aktivitas fisik.

Ruangan khusus untuk mengobati kegemukan adalah salah satu solusi, tapi gaya hidup dan kebiasaan adalah faktor pertama yang harus ditekankan. Dan yang paling penting, lanjut Campbell, cara mengatur berat badan adalah selalu memantau menu makanan atau diet dan melakukan olahraga secara rutin.

(Sumber: bbc.co.uk -Penulis: Wah-Kompas)