Banyaknya timbunan lemak di perut yang ditandai dengan perut membuncit sebaiknya jangan dipandang sebagai tanda kemakmuran. Lingkar pinggang yang membesar bisa menjadi indikator untuk melihat apakah seseorang berisiko terkena diabetes.
Berat badan berlebih atau kegemukan akan meningkatkan risiko seseorang terkena diabetes. Untuk mengukur tingkat obesitas, kita bisa menggunakan ukuran indeks massa tubuh (IMT) yang dihitung dari berat badan (kg) dibagi tinggi badan kuadrat (M2). Sayangnya IMT tidak mencerminkan distribusi timbunan lemak di dalam tubuh.
Untuk menilai timbunan lemak di perut, dr.Gatut Semiardji, SpPD-KEMD, staf pengajar di departemen ilmu penyakit dalam FKUI-RSCM, menyarankan agar dilakukan pengukuran lingkar pinggang. "Lingkar pinggang menunjukkan lemak di rongga perut yang merupakan tanda beberapa penyakit," katanya dalam sebuah seminar yang diadakan oleh Prodia. Ditambahkan olehnya, makin tinggi kadar kolesterol jahat, makin panjang ikat pinggang orang tersebut.
Menurut dokter Gatut, lemak yang menumpuk di rongga perut lebih berbahaya daripada lemak di bagian bokong atau paha. "Lemak di perut sel-sel lemaknya lebih besar sehingga terjadi penumpukan lemak yang berlebihan di jaringan adiposa yang akhirnya menghasilkan protein berbahaya," kata Sekretaris II Himpunan Studi Obesitas Indonesia (HISOB) itu.
Tim peneliti dari Prancis, Dr.Xavier Jouven dan rekan, pernah melakukan penelitian terhadap 7000 polisi Prancis yang meninggal antara tahun 1967-1984 karena serangan jantung. Setelah dilakukan pengukuran lingkar pinggang, ternyata kebanyakan polisi yang meninggal adalah pria-pria berperut buncit. Sebagai patokan, ukuran pinggang yang perlu diwaspadai pada pria adalah jika melebihi 90cm, sedangkan untuk wanita, risiko tingginya kolesterol akan meningkat bila lingkar pinggangnya berukuran lebih dari 80 cm.
Selain menunjukkan tingginya kadar kolesterol jahat (LDL), lingkar pinggang juga menunjukkan resistensi insulin, yakni suatu keadaan di mana tubuh tidak dapat menggunakan insulin dengan baik. Bila dilakukan pemeriksaan darah, maka hasilnya akan ditemukan kadar gula darah yang tinggi, namun belum diabetes. Keadaan ini sering disebut pra-diabetes.
Obesitas, hipertensi dan tingginya kolesterol (dislipidemia), merupakan sebagian dari kumpulan gejala yang meningkatkan risiko penyakit jantung koroner dan diabetes (sindrom metabolik). Untuk mendeteksi adanya penyakit-penyakit tersebut, perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium yang meliputi pemeriksaan glukosa darah, kolesterol HDL, trigliserida dan adiponektin. Selain itu pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan adalah mengukur lingkar pinggang dan tekanan darah.
Orang yang memiliki risiko tinggi mengalami sindrom metabolik perlu melakukan berbagai upaya agar tidak berkembang menjadi penyakit berbahaya, antara lain dengan menurunkan berat badan, mendeteksi kelainan (pemeriksaan fisik dan lab), intervensi terhadap kelainan yang ditemukan. Meski terdengar sepele, namun pengaturan pola makan, membenahi gaya hidup dan menghindari stres telah terbukti efektif untuk memerangi penyakit berbahaya.(Penulis: An-Kompas)
No comments:
Post a Comment