Monday, September 15, 2008

Pria dari Mars, Wanita dari Venus

Pria tidak suka diperintah wanita. Mengapa? Karena mereka takut gagal. Maka, bila wanita meminta pria melakukan sesuatu yang tidak biasa dilakukan pria, mereka takut akan tampak lemah atau dicap tidak mampu. Adalah penting bagi pria untuk tidak kehilangan muka.
Demikian dikatakan John Gray, psikolog yang menulis buku "Men are from Mars, Women are from Venus". Bukunya dibaca oleh hampir setiap penasihat perkawinan di negara-negara besar.
Adakalanya suami bisa sangat menjengkelkan. Istri tidak boleh memilih film yang akan ditonton di TV, dia enggan mendengarkan keluhan istri, dia enggan berlaku manis kepada mertua.

Istri suka bangun pagi di hari Minggu, suami merasa itulah satu-satunya hari ia bisa bangun siang. Istri minta tolong disiapkan meja makan ketika sedang menyelesaikan masakan di dapur, suami bilang sedang nonton sepakbola di TV. Istri ingin tinggal berdua saja di rumah pada suatu malam, suami bilang mau ke fitness.

Deborah Tannen, profesor linguistik dari Universitas Georgetown, menjelaskan mengapa kompromi suami-istri sulit dilakukan. Bagi wanita, kompromi berarti kedekatan, merasa dimengerti; bagi pria yang penting adalah kekuatan dan kemerdekaan. Ini sebenarnya berlawanan dengan kompromi.

Selain itu, pria dan wanita punya cara berlainan dalam mengungkapkan sesuatu. Pria lebih terus terang, tanpa basa basi, wanita cenderung kebalikannya. Bila wanita bertanya, 'Mau nonton malam ini?' dan dijawab 'Tidak', ia tersinggung karena yang dimaksudnya adalah 'Saya ingin nonton'.

Begitu pula pria. Ketika ia mendengar pernyataan 'Kamu tidak pernah memperhatikan saya', ia menganggapnya sebagai tuduhan sehingga merasa harus membela diri. Sebenarnya pria tidak begitu mengerti maksud susunan kata seperti itu, karena wanita hanya ingin mengatakan 'Saya merasa diabaikan belakangan ini. Saya ingin dihibur'.

Tannen menyarankan wanita agar lebih terus terang dan tidak bertele-tele ketika berbicara dengan pria, dan pria agar belajar mendengarkan dengan lebih baik.

Memendam Kekesalan

Kompromi adalah sifat bawaan wanita. Ketika mereka memulai sebuah hubungan, mereka ingin segalanya berjalan mulus. Maka mereka menahan diri untuk tidak menanggapi setiap masalah yang timbul. Oleh karena itu pria berasumsi bahwa bila hubungan mereka berkembang ke tingkat pernikahan, wanita pasti akan mulai kritis, mulai meminta pria melakukan hal-hal yang tidak terlintas dibenaknya.

Banyak wanita yang suka menyimpan kekesalannya sampai detik-detik terakhir. Ada seorang wanita yang mengasuh sendiri kedua anaknya sambil berkantor di rumah. Ia menyongsong suaminya yang baru pulang kerja dengan berbagai pekerjaan rumah. Suami yang letih hanya berkata, "Tolong ambilkan minum, nanti saya bantu". Hal ini membuat istrinya 'meledak'. "Saya masak, mencuci, mengurus anak-anak, kerja juga cari uang. Kamu, minum saja minta diambilkan." Alhasil, suami pergi lagi untuk mencari minuman di bar atau kafe.

Memang mengesalkan bila pria tidak mau membantu di rumah, kata John Gray. Tetapi menurutnya wanita sering menggunakan taktik yang menyulitkan. Mereka memberi tanpa mengeluh, menunggu pria melakukan sesuatu atas inisiatif sendiri. Bila inisiatif itu ternyata tidak ada, segala kekesalan yang menumpuk dikeluarkannya. Pada saat itu wanita merasa berhak untuk marah.

Di lain pihak, ada wanita yang ketika memulai suatu hubungan menganggap pria itu bodoh, mudah dibentuk. Wanita yang demikian adalah wanita yang tidak percaya diri, tegas John Gray. Ia selalu meminta pria membuktikan cintanya dengan mengubah diri sesuai keinginan wanita itu. Ini bukan kompromi namanya.

Salah Satu Mengalah

Kenneth Frank, direktur pelatihan National Institute for the Psychotherapist di New York mengatakan bahwa sebenarnya wanitalah yang sering sulit berkompromi. Kalau wanita tidak yakin akan hubungannya, ia merasa harus menjadi pemegang kemudi. Ini pola yang jelas-jelas tidak akan menghasilkan apa-apa.

Frank mencontohkan Emi dan suaminya. Ketika pasangan itu datang berkonsultasi padanya, terasa seperti ada angin ribut masuk dari pintu kantornya. Mereka terus menerus saling menghardik. Jelas bahwa masalah mereka adalah bagaimana mencapai kesepakatan tetapi harus ada salah satu yang menang (artinya salah satu yang lain harus mengalah). Oleh karena itu semua perselisihan yang pernah terjadi disebut-sebut lagi.

Emi dan suaminya terperangkap dalam pertikaian yang umum terjadi pada suami-istri. Masing-masing begitu marahnya sehingga kompromi menjadi sesuatu yang sama peliknya dengan perdamaian dunia. "Saya harus membantu mereka untuk belajar saling mendengarkan," kata Frank.

Akhirnya, mereka belajar mengungkapkan kebutuhannya dan berusaha memahami sudut pandang pasangannya. Setelah enam bulan berlalu, mereka dapat berbicara dengan tenang dan menemukan jalan tengah.

Di balik Hal Sepele

Pada mulanya banyak pasangan yang ingin saling membahagiakan, tetapi tak lama kemudian mereka kehilangan semangat itu. Masing-masing jadi ingin melihat segala sesuatu terjadi sesuai keinginannya. Mereka jadi lebih memperhatikan perbedaan daripada persamaan yang ada.

Ketidakmampuan berkompromi dapat timbul dalam masalah yang sepele. Ada pasangan yang bertengkar hanya karena masing-masing merasa lebih tahu jalan terbaik menuju toko terdekat. Ada juga yang sering bertengkar gara-gara suami selalu memencet pasta gigi dari bagian tengah. Sebetulnya penyelesaiannya mudah. Beli saja pasta gigi sendiri-sendiri.

Tapi ketahuilah, seringkali di balik hal-hal yang sepele tersembunyi masalah yang besar. Orang yang merasa tidak dihargai oleh pasangannya namun tidak berani mengungkapkan kepedihannya, sering mengeluarkan sakit hati itu ke soal-soal remeh.

John Gray, psikolog yang menulis Men are from Mars, Women are from Venus itu menganjurkan suami-istri untuk mengubah pola pikir. Bukan 'Bagaimana mendapatkan yang saya inginkan', tetapi 'Bagaimana cara menyampaikan apa yang saya inginkan'.

Jangan sering mengeritik atau menyuruh, tetapi ungkapkan perasaan Anda. Katakan apa yang Anda inginkan darinya, bukan apa yang salah padanya. Cobalah melihat dari sudut pandang pasangan Anda. Tidak perlu setuju dengannya tapi dengan mengerti dirinya, hal itu membuat dia tidak kaku dan tidak marah.

Tidak setiap perselisihan harus diselesaikan. Suami-istri yang bahagiapun sering berselisih, dan perselisihan itu tidak berakhir dengan kompromi. Namun, walaupun masalahnya tidak 'selesai', masing-masing merasa sudah didengar pendapatnya.

Memang berkompromi adalah sulit bagi kebanyakan pria. Oleh karena itu John Gray menyarankan agar wanita menunjukkan penghargaannya bagi upaya seremeh apapun yang dilakukan pasangannya./kapanlagi

No comments:

Post a Comment