Monday, August 2, 2010

Distonia : Kelainan Gerak Bisa Muncul Pada Anak-Anak


Distonia adalah kelainan gerakan dimana kontraksi otot yang terus menerus menyebabkan gerakan berputar dan berulang atau menyebabkan sikap tubuh yang abnormal.

Gerakan tersebut tidak disadari dan kadang menimbulkan nyeri, bisa mengenai satu otot, sekelompok otot (misalnya otot lengan, tungkai atau leher) atau seluruh tubuh.

Pada beberapa penderita, gejala distonia muncul pada masa kanak-kanak (5-16 tahun), biasanya mengenai kaki atau tangan.

Beberapa penderita lainnya baru menunjukkan gejala pada akhir masa remaja atau pada awal masa dewasa.

PENYEBAB

Para ahli yakin bahwa distonia terjadi karena adanya kelainan di beberapa daerah di otak (ganglia basalis, talamus, korteks serebri), dimana beberapa pesan untuk memerintahkan kontraksi otot diolah.
Diduga terdapat kerusakan pada kemampuan tubuh untuk mengolah sekumpulan bahan kimia yang disebtu neurotransmiter, yang membantu sel-sel di dalam otak untuk berkomunikasi satu sama lain.

Gejala-gejala distonik bisa disebabkan oleh:
- Cedera ketika lahir (terutama karena kekurangan oksigen)
- Infeksi tertentu
- Reaksi terhadap obat tertentu, logam berat atau keracunan karbon monoksida
- Trauma
- Stroke.

Sekitar 50% kasus tidak memiliki hubungan dengan penyakit maupun cedera, dan disebut distonia primer atau distonia idiopatik.
Selebihnya merupakan distonia keturunan yang sifatnya dominan.

Distonia juga bisa merupakan gejala dari penyakit lainnya, yang beberapa diantaranya diturunkan (misalnya penyakit Wilson).

GEJALA

Gejala awal adalah kemunduran dalam menulis (setelah menulis beberapa baris kalima), kram kaki dan kecenderunagn tertariknya satu kaki keatas atau kecenderungan menyeret kaki setelah berjalan atau berlari pada jarak tertentu.

Leher berputar atau tertarik diluar kesadaran penderita, terutama ketika penderita merasa lelah.

Gejala lainnya adalah tremor dan kesulitan berbicara atau mengeluarkan suara.

Gejala awalnya bisa sangat ringan dan baru dirasakan hanya setelah olah raga berat, stres atau karena lelah.
Lama-lama gejalanya menjadi semakin jelas dan menyebar serta tak tertahankan.

KLASIFIKASI DISTONIA

Berdasarkan bagian tubuh yang terkena:

1. Distonia generalisata, mengenai sebagian besar atau seluruh tubuh
2. Distonia fokal, terbatas pada bagian tubuh tertentu
3. Distonia multifokal, mengenai 2 atau lebih bagian tubuh yang tidak berhubungan
4. Distonia segmental, mengenai 2 atau lebih bagian tubuh yang berdekatan
5. Hemidistonia, melibatkan lengan dan tungkai pada sisi tubuh yang sama, seringkali merupakan akibat dari stroke.


Beberapa pola distonia memiliki gejala yang khas:

1. Distonia torsi, sebelumnya dikenal sebagai dystonia musculorum deformans atau DMD.
Merupakan distonia generalisata yang jarang terjadi dan bisa diturunkan, biasanya berawal pada masa kanak-kanak dan bertambah buruk secara progresif.
Penderita bisa mengalami cacat yang serius dan harus duduk dalam kursi roda.

2. Tortikolis spasmodik atau tortikolis merupakan distonia fokal yang paling sering ditemukan.
Menyerang otot-otot di leher yang mengendalikan posisi kepala, sehingga kepala berputar dan berpaling ke satu sisi. Selain itu, kepala bisa tertarik ke depan atau ke belakang.
Tortikolis bisa terjadi pada usia berapapun, meskipun sebagian besar penderita pertama kali mengalami gejalanya pada usia pertengahan. Seringkali mulai secara perlahan dan biasanya akan mencapai puncaknya.
Sekitar 10-20% penderita mengalami remisi (periode bebas gejala) spontan, tetapi tidak berlangsung lama.

3. Blefarospasme merupakan penutupan kelopak mata yang tidak disadari.
Gejala awalnya bisa berupa hilangnya pengendalian terhadap pengedipan mata.
Pada awalnya hanya menyerang satu mata, tetapi akhirnya kedua mata biasanya terkena.
Kejang menyebabkan kelopak mata menutup total sehingga terjadi kebutaan fungsional, meskipun mata dan penglihatannya normal.

4. Distonia kranial merupakan distonia yang mengenai otot-otot kepala, wajah dan leher.

5. Distonia oromandibuler menyerang otot-otot rahang, bibir dan lidah.
Rahang bisa terbuka atau tertutup dan penderita mengalami kesulitan berbicara dan menelan.

6. Disfonia spasmodik melibatkanotot tenggorokan yang mengendalikan proses berbicara.
Juga disebut disfonia spastik atau distonia laringeal, yang menyebabkan kesulitan dalam berbicara atau bernafas.

7. Sindroma Meige adalah gabungan dari blefarospasme dan distonia oromandibuler, kadang-kadang dengan disfonia spasmodik.

8. Kram penulis merupakan distonia yang menyerang otot tangan dan kadang lengan bawah bagian depan, hanya terjadi selama tangan digunakan untuk menulis.
Distonia yang sama uga disebut kram pemain piano dan kram musisi.

9. Distonia dopa-responsif merupakan distonia yang berhasil diatasi dengan obat-obatan.
Salah satu variannya yang penting adalah distonia Segawa
Mulai timbul pada masa kanak-kanak atau remaja, berupa kesulitan dalam berjalan.
Pada distonia Segawa, gejalanya turun-naik sepanjang hari, mulai dari kemampuan gerak di pagi hari menjadi ketidakmampuan di sore dan malam hari, juga setelah melakukan aktivitas.


DIAGNOSA

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya.

PENGOBATAN

Sejumlah tindakan dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan kejang otot dan nyeri:

1. Obat-obatan.
Telah digunakan beberapa jenis obat yang membantu memperbaiki ketidakseimbangan neurotransmiter.
Obat yang diberikan merupakan sekumpulan obat yang mengurangi kadar neurotransmiter asetilkolin, yaitu triheksifenidil, benztropin dan prosiklidin HCl.
Obat yang mengatur neurotransmiter GABA bisa digunakan bersama dengan obat diatas atau diberikan tersendiri (pada penderita dengan gejala yang ringan), yaitu diazepam, lorazepam, klonazepam dan baklofen.
Obat lainnya memberikan efek terhadap neurotransmiter dopamin. Obat yang meningkatkan efek dopamin adalah levodopa/karbidopa dan bromokriptin. Obat yang mengurangi efek dopamin adalah reserpin atau tetrabenazin.
Untuk mengendalikan epilepsi diberikan obat anti kejang karbamazepin.

2. Racun botulinum.
Sejumlah kecil racun ini bisa disuntikkan ke dalam otot yang terkena untuk mengurangi distonia fokal.
Pada awalnya racun ini digunakan untuk mengobati blefarospasme.
Racun menghentikan kejang otot dengan menghambat pelepasan neurotransmiter asetilkolin. Efeknya bertahan selama beberapa bulan sebelum suntikan ulangan dilakukan.

3. Pembedahan dan pengobatan lainnya.
Jika pemberian obat tidak berhasil atau efek sampingnya terlalu berat, maka dilakukan pembedahan.
Distonia generalisata stadium lanjut telah berhasil diatasi dengan pembedahan yang menghancurkan sebagian dari talamus. Resiko dari pembedahan ini adalah gangguan berbicara, karena talamus terletak di dekat struktur otak yang mengendalikan proses berbicara.
Pada distonia fokal (termasuk blefarospasme, disfonia spasmodik dan tortikolis) dilakukan pembedahan untuk memotong atau mengangkat saraf dari otot yang terkena.
Beberapa penderita disfonia spasmodik bisa menjalani pengobatan oleh ahli patologi berbicara-berbahasa. Terapi fisik, pembidaian, penatalaksanaan stres dan biofeedback juga bisa membantu penderita distonia jenis tertentu.

No comments:

Post a Comment